Ziarah kubur merupakan salah
satu ibadah yang disyariatkan dalam agama Islam. Kerana ia mempunyai hikmah,
keutamaan dan manfaat bagi orang yang berziarah maupun orang mati yang
diziarahi.
Hikmah disyariatkannya
ziarah kubur sebagaimana disebutkan di dalam hadis-hadis sahîh ialah:
- Untuk mengucapkan salam
dan mendoakan kebaikan serta memohon ampunan kepada Allah bagi orang mati dari
kaum Muslimin, agar mereka dibebaskan dari siksa kubur, dan diberi nikmat di
dalam kubur.
- Untuk mengingat kematian
dan kehidupan akhirat, sehingga tidak terlena dengan gemerlapnya kehidupan
dunia yang fana.
- Dalam rangka melunakkan
hati yang keras dan memadamkan kesombongan diri, dan lain sebagainya.
Manfaat dan hikmah tersebut
dapat diperoleh oleh seorang Muslim bila saja dia berkeinginan melakukan ziarah
kubur tanpa mengkhususkan hari dan kesempatan tertentu, dan di kuburan siapa
saja dari kubur kaum muslimin.
Asalkan tidak melakukan
pelanggaran-pelanggaran terhadap tuntunan Islam dalam berziarah kubur, seperti
melakukan perjalanan yang jauh ke pekuburan yang jauh dari tempat tinggalnya. Atau
melakukan ritual seperti membaca al-Quran, solat, zikir berjamaah dan selainnya
dalam rangka mencari berkah.
Meskipun sudah sedemikian
jelas dan sempurna tuntunan agama Islam dalam ziarah kubur, namun masih ada
sebahagian kaum muslimin yang berbuat kesalahan dan pelanggaran terhadap tuntunan
tersebut.
Di antara hadis lemah dan
palsu yang tersebar ialah hadis yang menjelaskan
keutamaan menziarahi kubur orang tua atau kerabat pada hari dan malam Jumaat
yang katanya memiliki keutamaan-keutamaan:
- Berziarah ke kubur orang
tua pada hari Jumat lalu membaca surat Yasin di sisinya akan menghapuskan
dosa-dosa.
- Siapa yang melakukannya
akan dianggap sebagai anak yang berbakti pada kedua orang tuanya.
- Siapa yang banyak
menziarahi kuburan kedua orang tuanya atau kerabatnya hingga meninggal dunia,
maka kuburannya akan diziarahi oleh para malaikat.
- Siapa yang melakukannya
akan memperoleh pahala umrah atau haji mabrur.
Ulasan ulama berkaitan dengan hadis berkenaan.
HADIS PERTAMA:
Abu Ahmad Ibnu Adi berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin adh-Dhahhâk bin Amr bin Abi Ashim, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada
kami Yazid bin Khâlid al-Ashbahani, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Amr bin Ziyad, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim
ath-Thâifi, dari Hisyâm bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dari Abu Bakar
ash-Shiddîq, ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullâh bersabda: “Barangsiapa yang berziarah ke kuburan kedua orang tuanya atau salah satu dari
keduanya pada hari Jumaat, lalu ia membaca surat Yasin maka (dosa-dosanya) akan
diampuni (oleh Allâh,).”
‘Hadis’ ini diriwayatkan
oleh Ibnu Adi dalam al-Kamil Fî Dhuafa ar-Rijâl V/151.
HADIS KEDUA:
Abu Syaikh al-Ashbahani berkata, “Telah menceritakan kepada
kami Abu Ali bin Ibrahim, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Abu
Masud, Yazîd bin Khâlid, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Amr bin
Ziyad al-Baqqali al-Khurasani di Jundisabur, ia berkata, ‘Telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Sulaimân, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dari Abu Bakar, ia berkata, ‘Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa yang menziarahi kuburan
kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya pada setiap hari Jumaat, lalu
ia membaca surat Yasin di sisi (kuburan) keduanya atau salah satunya, niscaya
(dosa-dosanya) diampuni sebanyak bilangan ayat atau huruf (yang dibacanya)
‘Hadis’ ini diriwayatkan oleh Abu asy-Syaikh al-Ashbahani dalam Thabaqat
al-Muhadditsîn III/125 no.751).
Kedudukan
hadis pertama dan kedua.
Hadis-hadis tersebut di atas kedudukannya (maudhu, PALSU). Kerana dalam
sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Amr bin Ziyad. Dia seorang
perawi yang pendusta dan pemalsu hadis.
Imam Abu Ahmad Ibnu Adi berkata, “Hadis dengan sanad ini kedudukannya BATIL, TIDAK
ADA ASAL-USULNYA. Dan Amr bin Ziyad meriwayatkan beberapa hadis selain hadis
ini. Di antaranya ada hadis yang ia curi dari para perawi yang terpercaya, dan
ada pula hadis-hadis palsu. Dan dialah orang yang tertuduh memalsukannya.”
(Lihat al-Kamil Fî Dhu’afâ ar-Rijal V/151).
Imam ad-Daruquthni berkata, “Dia memalsukan hadis.” (Lihat Mizan
al-I’tidâl karya adz-Dzahabi III/261).
Imam Abu Zurah ar-Razi berkata, ”Dia seorang pendusta.” (Lihat adh-Dhu’afa’ karya
al-‘Uqaili III/274).
HADIS KETIGA:
Imam ath-Thabrani berkata, “Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Muhammad bin an-Numan bin asy-Syibl, ia berkata, ‘Telah
menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepadaku Muhammad
bin an-Numan bin ‘Abdurrahman (bapa saudara ayahku), dari Yahya bin al-‘Ala’ ar-Razi,
dari Abdul Karîm Abu Umayyah, dari Mujahid, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah bersabda,
‘Barangsiapa yang menziarahi kuburan kedua orang tuanya atau salah satu dari
keduanya setiap hari Jumaat, niscaya akan diampuni baginya dan dicatat sebagai
bakti (kepada keduanya).”
‘Hadis’ ini diriwayatkan oleh ath-Thabrâni di dalam al-Mujam al-Ausath VI/175
no.6114, dan al-Mujam ash-Shaghîr II/160 no.955. dan diriwayatkan pula oleh
as-Suyûthi dalam al-La’âli’ al-Mashnû’ah fî al-Ahadîts al-Maudhu’ah II/440
no.2526, dan lainnya.
Kedudukan hadis:
Hadis ini kedudukannya (maudhu’, PALSU), sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh
al-Albani dalam as-Silsilah adh-Dha’îfah I/125 no.49. Hal ini kerana di dalam
sanadnya terdapat empat orang perawi hadis yang bermasalah, yaitu:
1. Muhammad bin Muhammad bin an-Numan. Ia seorang perawi yang
ditinggalkan riwayat hadisnya dan tertuduh sebagai pemalsu hadis.
Imam adz-Dzahabi berkata tentangnya, “Ad-Daruquthni telah mencela
dan menuduhnya sebagai pemalsu hadis.” (Lihat Mîzân al-I’tidâl IV/26).
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Dia seorang perawi yang matruk
(ditinggalkan riwayat hadisnya).” (Lihat Taqrîb at-Tahdzîb I/505).
2. Muhammad bin an-Numan - Seorang perawi yang tidak dikenal
jati diri dan kredibilinya.
Imam adz-Dzahabi berkata tentangnya, “Ia seorang perawi yang majhul (tidak dikenal
jati diri dan kredibilitasnya).” (Lihat Mîzân al-I’tidâl IV/56).
Imam al-Uqaili berkata, “Muhammad bin an-Numan seorang perawi
yang majhul (tidak dikenal jati diri dan kredibilitinya).” (Lihat adh-Dhu’afâ’
IV/146).
3. Yahya bin
al-Ala` ar-Razi (al-Bajali) - Seorang perawi yang sangat lemah kerana
tertuduh memalsukan hadis dan riwayatnya tidak dapat diterima dan dijadikan
hujah.
Imam al-Uqaili berkata tentangnya, “Yahya adalah seorang perawi yang matruk (ditinggalkan
riwayatnya).” (Lihat adh-Dhu’afâ` IV/146).
Imam Yahya bin Maîn berkata, “Yahya bin al-Ala` bukan seorang
perawi hadis yang tsiqah (terpercaya).” (Lihat adh-Dhu’afâ` al-‘Uqaili IV/437).
Sementara itu, Imam Abu Hatim ar-Râzi berkata, “Dia bukan seorang
perawi hadis yang kuat hafalannya.”
Imam ad-Daruquthni berkata, “Dia seorang perawi yang matruk (ditinggalkan
riwayat hadisnya).”
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Dia pernah memalsukan hadis.”
(Lihat semua komentar ini dalam Mîzan al-I’tidâl karya Imam adz-Dzahabi IV/397).
Imam Ibnu Hibban berkata: “Tidak boleh berhujah dengan
(hadis)nya.” (al-Majruhîn III/115).
Al-Hâfizh Ibnu Hajar berkata, “Dia seorang perawi yang tertuduh
memalsukan hadis.” (Lihat Taqrîb at-Tahdzîb I/595).
4. Abdul
Karîm Abu Umayyah. Seorang perawi yang daîf (lemah).
Imam Ibnu Hibban berkata tentangnya: “Dia seorang perawi yang
sering lupa dan banyak kesalahan yang fatal dalam meriwayatkan hadis.”
(al-Majruhîn II/145).
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “’Abdul Karîm Abu Umayyah tidak ada
apa-apanya, dia menyerupai perawi yang matruk (ditinggalkan riwayatnya).”
(al-Jarhu wa at-Ta’dîl karya Ibnu Abu Hatim VI/60).
Imam Yahya bin Ma’în berkata, “Abdul Karîm Abu Umayyah tidak ada
apa-apanya.” Imam Ayyub as-Sakhtiyani berkata, “Dia bukan seorang
perawi yang tsiqah (terpercaya).” (al-Majruhîn II/145).
HADIS KEEMPAT:
Abu Ahmad Ibnu ‘Adi berkata, “Telah menceritakan kepada kami Ahmad
bin Hafsh as-Sadi, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Ibrahîm bin
Musa al-Wazduli’, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Khaqan bin
al-Ahtam as-Sa’di’, ia berkata; ‘Telah menceritakan kepada kami Abu Muqatil
as-Samarqandi, dari ‘Ubaidillâh, dari Nâfi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, ‘ Rasulullâh bersabda,
‘Barangsiapa menziarahi kubur ayahnya atau ibunya, atau saudara perempuan ayah
atau ibunya (bibinya), atau salah seorang kerabatnya, maka ia akan memperoleh
pahala haji mabrur. Dan barangsiapa menziarahi kubur kedua orang tuanya hingga
ia meninggal dunia, niscaya para malaikat akan menziarahi kuburnya.”
‘Hadis’ ini diriwayatkan oleh Ibnu Adi dalam kitab al-Kamil fî Dhu’afa ar-Rijal
II/393 no.2260, Ibnul Jauzi dalam kitab al-Maudhu’ât III/240 no.1714, dan
as-Suyuthi dalam al-La’âli’ al-Mashnû’ah fî al-Ahadîts al-Maudhî’ah II/440
no.2527, dan lainnya.
Kedudukan hadis.
Hadis ini kedudukannya sangat lemah, kerana pada sanadnya ada seorang perawi
bernama Abu Muqatil as-Samarqandi (Hafsh bin Salm). Dia seorang perawi yang
matruk (ditinggalkan riwayat hadisnya).
Imam Ibnu Hibban berkata tentangnya, “Abu Muqatil as-Samarqandi, namanya
Hafsh bin Salm, ia seorang yang rajin ibadah, akan tetapi meriwayatkan
hadis-hadis mungkar yang mana (ulama hadis) siapa pun yang mencatat hadis dapat
mengetahui bahawa hadis-hadis yang diriwayatkannya tidak mempunyai dasar yang
dapat dijadikan rujukan.”
Imam Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Tidak boleh meriwayatkan
hadis darinya.” (Lihat al-Majruhîn I/256)
Imam adz-Dzahabi berkata, “Qutaibah menganggapnya sebagai perawi hadis yang
sangat lemah dan (Abdurrahman) bin Mahdi mendustakannya.” (Lihat Mîzan
al-I’tidâl I/557)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Waki’ (bin al-Jarrah al-Kofi)
mendustakannya, dan as-Sulaimani mengatakan, bahawa dia termasuk dalam barisan
orang yang memalsukan hadis.” (Lihat Tahdzîb At-Tahdzîb II/342).
No comments:
Post a Comment