Wednesday, 7 October 2020

KEUTAMAAN ZIARAH KUBUR IBU BAPA HARI JUMAAT

Ziarah kubur merupakan salah satu ibadah yang disyariatkan dalam agama Islam. Kerana ia mempunyai hikmah, keutamaan dan manfaat bagi orang yang berziarah maupun orang mati yang diziarahi.

Hikmah disyariatkannya ziarah kubur sebagaimana disebutkan di dalam hadis-hadis sahîh ialah:
- Untuk mengucapkan salam dan mendoakan kebaikan serta memohon ampunan kepada Allah bagi orang mati dari kaum Muslimin, agar mereka dibebaskan dari siksa kubur, dan diberi nikmat di dalam kubur.
- Untuk mengingat kematian dan kehidupan akhirat, sehingga tidak terlena dengan gemerlapnya kehidupan dunia yang fana.
- Dalam rangka melunakkan hati yang keras dan memadamkan kesombongan diri, dan lain sebagainya.

Manfaat dan hikmah tersebut dapat diperoleh oleh seorang Muslim bila saja dia berkeinginan melakukan ziarah kubur tanpa mengkhususkan hari dan kesempatan tertentu, dan di kuburan siapa saja dari kubur kaum muslimin.

Asalkan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap tuntunan Islam dalam berziarah kubur, seperti melakukan perjalanan yang jauh ke pekuburan yang jauh dari tempat tinggalnya. Atau melakukan ritual seperti membaca al-Quran, solat, zikir berjamaah dan selainnya dalam rangka mencari berkah.

Meskipun sudah sedemikian jelas dan sempurna tuntunan agama Islam dalam ziarah kubur, namun masih ada sebahagian kaum muslimin yang berbuat kesalahan dan pelanggaran terhadap tuntunan tersebut.

Di antara hadis lemah dan palsu yang tersebar ialah hadis yang menjelaskan keutamaan menziarahi kubur orang tua atau kerabat pada hari dan malam Jumaat yang katanya memiliki keutamaan-keutamaan: 
- Berziarah ke kubur orang tua pada hari Jumat lalu membaca surat Yasin di sisinya akan menghapuskan dosa-dosa.
- Siapa yang melakukannya akan dianggap sebagai anak yang berbakti pada kedua orang tuanya.
- Siapa yang banyak menziarahi kuburan kedua orang tuanya atau kerabatnya hingga meninggal dunia, maka kuburannya akan diziarahi oleh para malaikat.
- Siapa yang melakukannya akan memperoleh pahala umrah atau haji mabrur.

Ulasan ulama berkaitan dengan hadis berkenaan.

HADIS PERTAMA:

Abu Ahmad Ibnu Adi berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin adh-Dhahhâk bin Amr bin Abi Ashim, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Khâlid al-Ashbahani, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Amr bin Ziyad, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim ath-Thâifi, dari Hisyâm bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dari Abu Bakar ash-Shiddîq, ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullâh bersabda: “Barangsiapa yang berziarah ke kuburan kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya pada hari Jumaat, lalu ia membaca surat Yasin maka (dosa-dosanya) akan diampuni (oleh Allâh,).”

‘Hadis’ ini diriwayatkan oleh Ibnu Adi dalam al-Kamil Fî Dhuafa ar-Rijâl V/151.

HADIS KEDUA:

Abu Syaikh al-Ashbahani berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abu Ali bin Ibrahim, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Abu Masud, Yazîd bin Khâlid, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Amr bin Ziyad al-Baqqali al-Khurasani di Jundisabur, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaimân, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dari Abu Bakar, ia berkata, ‘Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa yang menziarahi kuburan kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya pada setiap hari Jumaat, lalu ia membaca surat Yasin di sisi (kuburan) keduanya atau salah satunya, niscaya (dosa-dosanya) diampuni sebanyak bilangan ayat atau huruf (yang dibacanya)

‘Hadis’ ini diriwayatkan oleh Abu asy-Syaikh al-Ashbahani dalam Thabaqat al-Muhadditsîn III/125 no.751).

Kedudukan hadis pertama dan kedua.

Hadis-hadis tersebut di atas kedudukannya (maudhu, PALSU). Kerana dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Amr bin Ziyad. Dia seorang perawi yang pendusta dan pemalsu hadis.

Imam Abu Ahmad Ibnu Adi berkata, “Hadis dengan sanad ini kedudukannya  BATIL, TIDAK ADA ASAL-USULNYA. Dan Amr bin Ziyad meriwayatkan beberapa hadis selain hadis ini. Di antaranya ada hadis yang ia curi dari para perawi yang terpercaya, dan ada pula hadis-hadis palsu. Dan dialah orang yang tertuduh memalsukannya.” (Lihat al-Kamil Fî Dhu’afâ ar-Rijal V/151).

Imam ad-Daruquthni berkata, “Dia memalsukan hadis.” (Lihat Mizan al-I’tidâl karya adz-Dzahabi III/261).

Imam Abu Zurah ar-Razi berkata, ”Dia seorang pendusta.” (Lihat adh-Dhu’afa’ karya al-‘Uqaili III/274).

HADIS KETIGA:

Imam ath-Thabrani berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muhammad bin an-Numan bin asy-Syibl, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin an-Numan bin ‘Abdurrahman (bapa saudara ayahku), dari Yahya bin al-‘Ala’ ar-Razi, dari Abdul Karîm Abu Umayyah, dari Mujahid, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa yang menziarahi kuburan kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya setiap hari Jumaat, niscaya akan diampuni baginya dan dicatat sebagai bakti (kepada keduanya).”

‘Hadis’ ini diriwayatkan oleh ath-Thabrâni di dalam al-Mujam al-Ausath VI/175 no.6114, dan al-Mujam ash-Shaghîr II/160 no.955. dan diriwayatkan pula oleh as-Suyûthi dalam al-La’âli’ al-Mashnû’ah fî al-Ahadîts al-Maudhu’ah II/440 no.2526, dan lainnya.

Kedudukan hadis:

Hadis ini kedudukannya (maudhu’, PALSU), sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh al-Albani dalam as-Silsilah adh-Dha’îfah I/125 no.49. Hal ini kerana di dalam sanadnya terdapat empat orang perawi hadis yang bermasalah, yaitu:

1. Muhammad bin Muhammad bin an-Numan.  Ia seorang perawi yang ditinggalkan riwayat hadisnya dan tertuduh sebagai pemalsu hadis.

Imam adz-Dzahabi berkata tentangnya, “Ad-Daruquthni telah mencela dan menuduhnya sebagai pemalsu hadis.” (Lihat Mîzân al-I’tidâl IV/26).

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Dia seorang perawi yang matruk (ditinggalkan riwayat hadisnya).” (Lihat Taqrîb at-Tahdzîb I/505).

2. Muhammad bin an-Numan - Seorang perawi yang tidak dikenal jati diri dan kredibilinya.

Imam adz-Dzahabi berkata tentangnya, “Ia seorang perawi yang majhul (tidak dikenal jati diri dan kredibilitasnya).” (Lihat Mîzân al-I’tidâl IV/56).

Imam al-Uqaili berkata, “Muhammad bin an-Numan seorang perawi yang majhul (tidak dikenal jati diri dan kredibilitinya).” (Lihat adh-Dhu’afâ’ IV/146).

3. Yahya bin al-Ala` ar-Razi (al-Bajali) - Seorang perawi yang sangat lemah kerana tertuduh memalsukan hadis dan riwayatnya tidak dapat diterima dan dijadikan hujah.

Imam al-Uqaili berkata tentangnya, “Yahya adalah seorang perawi yang matruk (ditinggalkan riwayatnya).” (Lihat adh-Dhu’afâ` IV/146).

Imam Yahya bin Maîn berkata, “Yahya bin al-Ala` bukan seorang perawi hadis yang tsiqah (terpercaya).” (Lihat adh-Dhu’afâ` al-‘Uqaili IV/437).

Sementara itu, Imam Abu Hatim ar-Râzi berkata, “Dia bukan seorang perawi hadis yang kuat hafalannya.”

Imam ad-Daruquthni berkata, “Dia seorang perawi yang matruk (ditinggalkan riwayat hadisnya).”

Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Dia pernah memalsukan hadis.” (Lihat semua komentar ini dalam Mîzan al-I’tidâl karya Imam adz-Dzahabi IV/397).

Imam Ibnu Hibban berkata: “Tidak boleh berhujah dengan (hadis)nya.” (al-Majruhîn III/115).

Al-Hâfizh Ibnu Hajar berkata, “Dia seorang perawi yang tertuduh memalsukan hadis.” (Lihat Taqrîb at-Tahdzîb I/595).

4. Abdul Karîm Abu Umayyah.  Seorang perawi yang daîf (lemah).

Imam Ibnu Hibban berkata tentangnya: “Dia seorang perawi yang sering lupa dan banyak kesalahan yang fatal dalam meriwayatkan hadis.” (al-Majruhîn II/145).

Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “’Abdul Karîm Abu Umayyah tidak ada apa-apanya, dia menyerupai perawi yang matruk (ditinggalkan riwayatnya).” (al-Jarhu wa at-Ta’dîl karya Ibnu Abu Hatim VI/60).

Imam Yahya bin Ma’în berkata, “Abdul Karîm Abu Umayyah tidak ada apa-apanya.” Imam Ayyub as-Sakhtiyani berkata, “Dia bukan seorang perawi yang tsiqah (terpercaya).” (al-Majruhîn II/145).

HADIS KEEMPAT:

Abu Ahmad Ibnu ‘Adi berkata, “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hafsh as-Sadi, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Ibrahîm bin Musa al-Wazduli’, ia berkata, ‘Telah menceritakan kepada kami Khaqan bin al-Ahtam as-Sa’di’, ia berkata; ‘Telah menceritakan kepada kami Abu Muqatil as-Samarqandi, dari ‘Ubaidillâh, dari Nâfi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, ‘ Rasulullâh bersabda, ‘Barangsiapa menziarahi kubur ayahnya atau ibunya, atau saudara perempuan ayah atau ibunya (bibinya), atau salah seorang kerabatnya, maka ia akan memperoleh pahala haji mabrur. Dan barangsiapa menziarahi kubur kedua orang tuanya hingga ia meninggal dunia, niscaya para malaikat akan menziarahi kuburnya.”

‘Hadis’ ini diriwayatkan oleh Ibnu Adi dalam kitab al-Kamil fî Dhu’afa ar-Rijal II/393 no.2260, Ibnul Jauzi dalam kitab al-Maudhu’ât III/240 no.1714, dan as-Suyuthi dalam al-La’âli’ al-Mashnû’ah fî al-Ahadîts al-Maudhî’ah II/440 no.2527, dan lainnya.

Kedudukan hadis.

Hadis ini kedudukannya sangat lemah, kerana pada sanadnya ada seorang perawi bernama Abu Muqatil as-Samarqandi (Hafsh bin Salm). Dia seorang perawi yang matruk (ditinggalkan riwayat hadisnya).

Imam Ibnu Hibban berkata tentangnya, “Abu Muqatil as-Samarqandi, namanya Hafsh bin Salm, ia seorang yang rajin ibadah, akan tetapi meriwayatkan hadis-hadis mungkar yang mana (ulama hadis) siapa pun yang mencatat hadis dapat mengetahui bahawa hadis-hadis yang diriwayatkannya tidak mempunyai dasar yang dapat dijadikan rujukan.”

Imam Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Tidak boleh meriwayatkan hadis darinya.” (Lihat al-Majruhîn I/256)

Imam adz-Dzahabi berkata, “Qutaibah menganggapnya sebagai perawi hadis yang sangat lemah dan (Abdurrahman) bin Mahdi mendustakannya.” (Lihat Mîzan al-I’tidâl I/557)

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Waki’ (bin al-Jarrah al-Kofi) mendustakannya, dan as-Sulaimani mengatakan, bahawa dia termasuk dalam barisan orang yang memalsukan hadis.” (Lihat Tahdzîb At-Tahdzîb II/342). 

No comments:

Post a Comment